Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana atau Tsunami (TDMRC)
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh menilai, gempa 8,5 skala richter yang
mengguncang Aceh kemarin adalah fenomena langka dan jarang terjadi di
dunia.
Alasannya karena gempa ini terjadi di luar zona subduksi atau zona pertemuan lempeng Indo-Australia.
“Kejadian
gempa besar di luar zona subduksi seperti ini merupakan kejadian yang
langka, perlu penelitian mendalam untuk memastikan mekanisme yang telah
terjadi dan potensi kejadian di masa yang akan datang.” Kata kepala
Devisi Riset TDMRC Unsyiah, Syamsidik di Banda Aceh, Kamis (12/4/2012).
Menurutnya,
gempa yang terjadi pada Rabu 11 April 2012 siang, tak menimbulkan
tsunami seperti halnya gempa pada 26 Desember 2004, karena mekanisme
focal dari sumber gempa tidak sama.
Panjang bidang focal gempa
tersebut diperkirakan 600 hingga 700 Kilometer dan arah patahan pada
diagonal sumbu Timur Laut-Barat Daya.
Arah ini memotong garis
subduksi Indo-Australia ke dasar lempeng sehingga gempa terjadi di luar
zona pertemuan dua lempeng, sebuah fenomena yang jarang terjadi di
dunia.
Gempa yang terjadi di luar zona tersebut juga berpotensi
menambah energi pada lempeng berdekatan. Termasuk menambah potensi
gempa dan tsunami di sepanjang subduksi Indo-Australia, dari Aceh hingga
Selatan Pulau Jawa.
Syamsidik menjelaskan, gempa Aceh kali ini
beda polanya dibanding gempa terjadi dipenghujung 2004 lalu. Gempa kali
ini berpola geser bukan dorongan, sehingga tak ikut memindahkan massa
air dalam jumlah besar secara vertikal ke permukaan.
Namun,
tsunami kecil sempat terjadi usai gempa ini, karena pengaruh gesekan
horizontal di dasar laut ditambah getaran gempa yang ikut mengganggu
massa air dalam arah horizontal.
"TDMRC mencatat ketinggian maksimal tsunami usai gempa 8,5 SR kemarin adalah 3,5 meter," tuturnya.
Daerah
terkena dampak diantaranya Pulau Mentawai dengan ketinggian air 1,5
meter, Nias setinggi 3,5 meter, Simuelu 1 meter, Meulaboh 0,8 sampai
dengan 1 meter dan Banda Aceh setinggi lebih kecil dari 0.5 meter.
Syamsidik
menilai perlu dilakukan survey mendalam terhadap dampak gempa dan
tsunami terutama terhadap pulau-pulau kecil di sebelah barat Pulau
Sumatera.
“Validasi melalui pengukuran dampak terhadap
pulau-pulau tersebut penting dilakukan untuk memastikan apakah mekanisme
penjalaran gelombang tersebut,” sebutnya.
Dia menambahkan perlu
penguatan laboratorium tsunami di Aceh, sebagai lokasi riset tsunami
dunia yang menyimpan berbagai peristiwa unik dan penting bagi
pembelajaran bagi Indonesia dan dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar