ONTARIO - Sebuah riset baru menemukan bahwa orang dengan IQ rendah cenderung memiliki cita-cita sosial konservatif dan sikap berprasangka terhadap orang lain, termasuk orang-orang dari berbagai ras dan homoseksual.
"Kami menemukan bahwa rendahnya kecedasan umum pada masa kanak-kanak, mengindikasikan rasisme di dewasa, dan efek ini sebagian besar muncul melalui ideologi konservatif," terang Gordon Hodson dan Michael A. Busseri dari Brock University, Kanada.
"Kami mengusulkan dan menguji model-model mediasi yang menunjukkan rendahnya kemampuan kognitif mengawali besarnya prasangka yang timbul, efek yang timbul melalui dukungan dari ideologi sayap kanan (konservatisme sosial, otoritarianisme sayap kanan) dan rendahnya tingkat kontak dengan kelompok luar," tambah mereka.
Sikap konservatif diukur lewat pertanyaan seperti, apakah orang setuju dengan pernyataan "Keluarga akan menderita jika ibu bekerja full time," dan "Sekolah harus mengajarkan anak untuk mematuhi aturan." Sedangkan sikap terhadap ras lain dinilai dengan pernyataan seperti "Saya tidak keberatan bekerja dengan orang-orang dari ras lain," yang berfungsi untuk menangkap rasisme terang-terangan. Demikian diwartakan InternationalBusinessTimes, Senin (30/1/2012).
"Meskipun kurang dihargai, hasil penelitian kami menunjukkan bahwa kemampuan kognitif memainkan penting peran dalam prasangka," kata para peneliti.
Menurut para peneliti itu, mempelajari kecerdasan merupakan langkah logis, karena sudah pernah ada riset yang mengungkap hubungan antara tingkat pendidikan rendah dengan tingkat prasangka yang tinggi. Namun, tidak berarti orang yang sikap sosialnya cenderung konservatif itu bodoh sedangkan orang yang liberal berarti cerdas.
"Ada beberapa contoh dari orang konservatif yang sangat cerdas dan orang liberal yang tidak begitu cerdas. Dan banyak juga contoh orang konservatif yang sangat berprinsip, dan liberal sangat tidak toleran," kata Hodson.
"Kami menemukan bahwa rendahnya kecedasan umum pada masa kanak-kanak, mengindikasikan rasisme di dewasa, dan efek ini sebagian besar muncul melalui ideologi konservatif," terang Gordon Hodson dan Michael A. Busseri dari Brock University, Kanada.
"Kami mengusulkan dan menguji model-model mediasi yang menunjukkan rendahnya kemampuan kognitif mengawali besarnya prasangka yang timbul, efek yang timbul melalui dukungan dari ideologi sayap kanan (konservatisme sosial, otoritarianisme sayap kanan) dan rendahnya tingkat kontak dengan kelompok luar," tambah mereka.
Sikap konservatif diukur lewat pertanyaan seperti, apakah orang setuju dengan pernyataan "Keluarga akan menderita jika ibu bekerja full time," dan "Sekolah harus mengajarkan anak untuk mematuhi aturan." Sedangkan sikap terhadap ras lain dinilai dengan pernyataan seperti "Saya tidak keberatan bekerja dengan orang-orang dari ras lain," yang berfungsi untuk menangkap rasisme terang-terangan. Demikian diwartakan InternationalBusinessTimes, Senin (30/1/2012).
"Meskipun kurang dihargai, hasil penelitian kami menunjukkan bahwa kemampuan kognitif memainkan penting peran dalam prasangka," kata para peneliti.
Menurut para peneliti itu, mempelajari kecerdasan merupakan langkah logis, karena sudah pernah ada riset yang mengungkap hubungan antara tingkat pendidikan rendah dengan tingkat prasangka yang tinggi. Namun, tidak berarti orang yang sikap sosialnya cenderung konservatif itu bodoh sedangkan orang yang liberal berarti cerdas.
"Ada beberapa contoh dari orang konservatif yang sangat cerdas dan orang liberal yang tidak begitu cerdas. Dan banyak juga contoh orang konservatif yang sangat berprinsip, dan liberal sangat tidak toleran," kata Hodson.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar